Senin, 30 April 2012

BAHASA INDONESIA KELAS XI

BAHASA INDONESIA

BAHASA INDONESIA  

Dalam menulis Sebuah Naskah Drama dibutukan Sebuah Metode yang disebut  Metode Penulisan Naskah Drama. Adapun Metode Penulisan Naskah Drama adalah sebagai berikut:
Sebuah Naskah yang baik haruslah mempunyai Tema, Lakon dan Plot, Apa yang dinamakan Tema, Lakon dan Plot, Oke kita langsung saja Sharing.
  • Tema
Tema adalah rumusan inti sari cerita yang dipergunakan dalam menentukan arah dan tujuan cerita. Dari tema inilah kemudian ditentukan lakon-lakonnya.
  • Lakon
Dalam cerita drama lakon merupakan unsur yang paling aktif yang menjadi penggerak cerita.oleh karena itu seorang lakon haruslah memiliki karakter, agar dapat berfungsi sebagai penggerak cerita yang baik. Disamping itu dalam naskah akan ditentukan dimensi-dimensi sang lakon


  • Plot
Plot adalah alur atau kerangka cerita. Plot adalah suatu keseluruhan peristiwa didalam naskah.



B. TEKNIK PENILAIAN PEMBACAAN CERPEN
Oleh: Imron Rosidi

            Adik-adik, pernahkah kalian memberi penilaian pembacaan cerpen teman kalian? Tahukah kalian cara memberi penilaian? Nah, saat ini kalian dapat berlatih menanggapi pembacaan cerpen. Bagaimana cara memberikan tanggapan? Perhatikan uraian berikut!
            Kegiatan pembacaan cerpen tampaknya memang tidak sesering pembacaan puisi. Ini bukan berarti pembacaan cerpen tidak pernah dilakukan. Bahkan, dalam acara-acara tertentu, lomba pembacaan cerpen sering juga diadakan. Jika Anda disuruh memberi tanggapan atau menilai pembacaan cerpen, apa yang Anda gunakan sebagai tolok ukur?
            Tolok ukur untuk menilai pembacaan cerpen adalah sama dengan yang digunakan untuk menilai pembacaan puisi. Biasanya ada tiga hal yang digunakan sebagai tolok ukur penilaian, yaitu aspek (a) penghayatan, (b) pengucapan/pelafalan, dan (c) penampilan. Aspek penghayan menyangkut (i) pemahaman dan penghayatan pembaca terhadap isi cerpen yang dibaca, dan (b) kepekaan perasaan pembaca terhadap isi cerpen yang dibaca . Aspek pengucapan menyangkut (i) ketepatan pelafalan bunyi-bunyi bahasa, (ii) kejelasan pengucapan bunyi-bunyi bahasa, (iii) ketepatan penggunaan tempo (cepat-lambat) pembacaan, (iv) ketepatan penggunaan intonasi, (v) ketepatan penggunaan nada (tinggi-rendah), dan (vi) ketepatan dalam penggunaan modulasi (perubahan desah), dan aspek penampilan menyangkut (a) keberanian dan ketenangan penampilan, (b) kesesuaian penggunaan mimik, dan (c) kewajaran gerak yang dilakukan.

C.CERPEN, NOVEL DAN HIKAYAT
Posted by Sugianto, S.Pd. in Jan 18, 2011, under Uncategorized
CERPEN, NOVEL DAN HIKAYAT
A. Definisi Cerpen
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1997:186-187), Cerita Pendek adalah karya sastra yang berupa kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika).
Berdasarkan pengertian di atas, cerita pendek mengisahkan kehidupan sang tokoh yang berada dalam satu peristiwa atau satu kejadian. Tokoh yang dikisahkan dapat berupa tokoh imajinatif atau tokoh nyata yang dekat dengan kehidupan pengarangnya.
B. Definisi Novel
Secara hakiki, novel merupakan karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya serta menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Biasanya, cerita dalam novel dimulai dari peristiwa atau kejadian terpenting yang dialami oleh tokoh cerita, yang kelak mengubah nasib kehidupannya.
Berbeda dengan cerita pendek, yang umumnya berkisah tentang perilaku sesaat sang tokoh ketika ia menghadapi suatu peristiwa atau kejadian pada suatu ketika. Untuk lebih memahami perbedaan antara cerita pendek dan novel, berikut ini disajikan karakeristik kedua karya sastra (prosa narasi) tersebut
C. Unsur-unsur Cerpen atau Novel
1. Unsur Intrinsik Cerpen atau Novel
a. Penokohan
Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Panuti Sudjiman, 1988:16).
Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu kebutuhan artistik yaitu karya sastra yang harus selalu menunjang kebutuhan artistik itu, Kennye dalam Panuti Sudjiman (1966:25).
Penokohan dalam cerita rekaan dapat diklasifikasikan melalui jenis tokoh, kualitas tokoh, bentuk watak dan cara penampilannya. Menurut jenisnya ada tokoh utama dan tokoh bawahan. Yang dimaksud dengan tokoh utama ialah tokoh yang aktif pada setiap peristiwa, sedangkan tokoh utama dalam peristiwa tertentu (Stanton, 1965:17).
Ditinjau dari kualitas tokoh, ada tokoh yang berbentuk datar dan tokoh yang berbentuk bulat. Adapun tokoh yang berbentuk datar ialah tokoh yang tidak memiliki variasi perkembangan jiwa, karena sudah mempunyai dimensi yang tetap, sedangkan tokoh yang berbentuk bulat ialah tokoh yang memiliki variasi perkembangan jiwa yang dinamis sesuai dengan lingkungan peristiwa yang terjadi. Biasanya tokoh yang berbentuk datar itu pada dasarnya sama dengan tokoh tipologis, dan tokoh yang berbentuk built disebut tokoh psikologis. Dengan demikian tokoh tipologis juga berarti tokoh yang tidak banyak mempersoalkan perkembangan jiwa atau tidak mengalami konflik psikis, karena sudah mempunyai personalitas yang mapan. Sedangkan tokoh psikologis adalah tokoh yang tidak memiliki persoanlitas yang mapan dan selalu dinamis (Kuntowijaya dalam Pradopo dkk, 11984:91).
Jika dilihat dari cara menampilkan tokohnya ada yang ditampilkan dengan cara analitik dan dramatik. Penampilan secara anlitik adalah pengarang langsung memaparkan karakter tokoh, misalnya disebutkan keras hati, keras kepala, penyayang dan sebagainya. Sedangkan penampilan yang dramatik, karakter tokohnya tidak digambarkan secara langsung, melainkan disampaikan melalui; (1) pilihan nama tokoh, (2) penggambaran fisik atau postur tubuh, dan (3) melalui dialog (Atar Semi, 1984:31-32).
Sering dapat diketahui bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya dengan berbagi cara. Mungkin cara pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya di alam mimpi, pelaku memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku memiliki cara yang sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupun pelaku egois, kacau dan mementingkan diri sendiri (Bouton dalam Aminuddin, 1984).
Penyajian watak tokoh yang dihadirkan pengarang tentunya melahirkan karakter yang berbeda-beda pula, antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Cara mengungkapkan sebuah karakter dapat dilakukan melalui pernyataan langsung, melalui peristiwa, melalui percakapan, melalui menolong batin, melalui tanggapan atas pernyataan atau perbuatan dari tokoh-tokoh lain dan melalui kiasan atau sindiran. Suatu karakter mestinya harus ditampilkan dalam suatu pertalian yang kuat, sehingga dapat membentuk kesatuan kesan dan pengertian tentang personalitas individualnya. Artinya, tindak-tindak tokoh tersebut didasarkan suatu motivasi atau alasan-alasan yang dapat diterima atau setidak-tidaknya dapat dipahami mengapa dia berbuat dan bertindak demikian (Atar Semi, 1988:37-38). Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan tokoh cerita, baik keadaan lahir maupun batinnya termasuk keyakinannya, pandangan hidupnya, adat-istiadat, dan sebagainya. Yang diangkat pengarang dalam karyanya adalah manusia dan kehidupannya. Oleh karena itu, penokohan merupakan unsur cerita yang sangat penting. Melalui penokohan, cerita menjadi lebih nyata dalam angan pembaca.
Ada tiga cara yang digunakan pengarang untuk melukiskan watak tokoh cerita, yaitu dengan cara langsung, tidak langsung, dan kontekstual. Pada pelukisan secara langsung, pengarang langsung melukiskan keadaan dan sifat si tokoh, misalnya cerewet, nakal, jelek, baik, atau berkulit hitam. Sebaliknya, pada pelukisan watak secara tidak langsung, pengarang secara tersamar memberitahukan keadaan tokoh cerita.
Watak tokoh dapat disimpulkan dari pikiran, cakapan, dan tingkah laku tokoh, bahkan dari penampilannya. Watak tokoh juga dapat disimpulkan melalui tokoh lain yang menceritakan secara tidak langsung. Pada Pelukisan kontekstual, watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang untuk mengacu kepada tokoh.
b. Alur
Pengertian alur dalam cerita pendek atau dalam karya fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa, sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 1987:83).
Alur atau plot adalah rentetan peristiwa yang membentuk struktur cerita, dimana peristiwa tersebut sambung sinambung berdasarkan hukum sebab-akibat (Forster, 1971:93).
Alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi (Atar Semi, 1988:43-46). Alur merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana satu peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain, bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang semuanya terikat dalam suatu kesatuan waktu.
Urutan peristiwa dalam karya sastra belum tentu merupakan peristiwa yang telah dihayati sepenuhnya oleh pengarang, akan tetapi mungkin hanya berasal dari daya imajinasi. Begitu pula urutan peristiwa itu jumlahnya belum tentu sama dengan pengalaman yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, urutan peristiwa yang demikian tidak lain hanyalah dimaksudkan untuk mendekatkan pada masalah yang dikerjakan terhadap tujuan dalam karya sastra.
Sehubungan dengan penjelasan tersebut di atas menurut tasrif ada lima hal yang perlu diperhatikan pengarang dalam membangun cerita, yaitu : (1) situation, yakni pengarang mulai melukiskan suatu keadaan, (2) generating circumstances, yaitu peristiwa yang bersangkutan-paut, (3) ricing action, keadaan mulai memuncak, (4) climax, yaiut peristiwa mencapai puncak, dan (5) document, yaitu pengarang telah memberikan pemecahan persoalan dari semua peristiwa.
Dari kelima bagian tersebut jika diterapkan oleh pengarang secara berurutan no 1-5, maka disebut sebagai alur lurus (progresif), sedangkan apabila penerapan itu dimulai dari tengah atau belakang disebut sebagai alur balik (regresif).
Di samping kedua bentuk alur tersebut, ada pula alur yang disebut alur gabungan. Dalam alur ini dipergunakan sebagian alur lurus dan sebagian lagi alur sorot balik. Meskipun demikian gabungan dua alur itu juga dijalin dalam kesatuan yang padu, sehingga tidak menimbulkan kesan adanya dua buah cerita atau peristiwa yang terpisah, baik waktu atau pun tempat kejadiannya (Suharianto, 1982:29).
Ditinjau dari padu tidaknya alur dalam sebuah cerita, maka alur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni alur rapat dan alur renggang. Dalam alur rapat hanya tersaji adanya pengembangan cerita pada satu tokoh saja, sehingga tidak timbul pencabangan cerita, akan tetapi apabila ada pengembangan tokoh lain selain tokoh utama, maka terjadilah alur renggang atau terjadi pencabangan cerita.
Dari beberapa batasan di atas jelas masing-masing alur mempunyai keistimewaan sendiri. Alur lurus dapat memberikan kemudahan bagi pembaca untuk menikmati cerita dari awal sampai akhir cerita. Akan tetapi lain halnya dengan alur sorot balik (flash back). Alur ini dapat mengejutkan pembaca, sehingga pembaca dibayangi pertanyaan apa yang terjadi selanjutnya dan bermaksud apa pengarang menyajikan kejutan seperti itu. Dengan demikian pembaca merasa terbius untuk membacanya sampai tuntas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar